Perkara penting yang harus kita sadari, bahwa kehidupan yang baik adalah anugerah Allah. Kebahagiaan hati adalah anugerah Allah, yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Hidup yang aman, tenteram, damai dan sejahtera adalah karunia milik Allah subhanahu wa ta’ala. Tak ada seorangpun yang mampu memberikan semua itu kepada kita dan tidak pula kita mampu menciptakannya.
Dalam kitab-Nya yang mulia, Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan kepada kita bahwa Dia akan memberikan kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal shalih.
Inilah jalan Allah subhanahu wa ta’ala, dan Dia tidak akan pernah memungkiri janji-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada merekadengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Allah subhanahu wa ta’ala berjanji akan memberikan kehidupan yang baik di dunia serta balasan yang lebih baik lagi di akhirat bagi siapa saja yang menggabungkan antara iman dan amal shalih.
Sebabnya jelas, karena seorang yang imannya benar dan amalnya shalih akan dapat memperbaiki hati dan akhlak, dapat membenahi urusan dunia dan akhiratnya. Ia memiliki pijakan dan landasan yang kokoh dalam menerima semua yang terjadi dalam kehidupannya, baik berupa kebahagiaan dan kesenangan, ataupun penderitaan dan kesedihan.
Dalam realita kehidupan, sering kita jumpai dua orang yang mengalami nasib serupa. Nasib baik atau nasib buruk. Tapi ada perbedaan yang sangat besar dalam menerima dan menghadapinya!
Mengapa itu terjadi?
Jawabnya, karena perbedaan iman dan amal shalih di antara keduanya.
Orang yang beriman dan beramal shalih, di kala nikmat dan kesenangan datang, ia menerimanya dengan penuh rasa syukur dan ia gunakan nikmat itu pada tempat yang semestinya. Maka terbitlah perasaan gembira seraya ia berharap agar kebaikan itu langgeng dan membawa berkah. Lebih dari itu, ia berharap meraih pahala, karena ia termasuk hamba yang mensyukuri nikmat-Nya.
Hatinya dipenuhi sifat qana’ah (merasa cukup) atas rezeki Allah subhanahu wa ta’ala, dan semua yang ia dapat berupa keutamaan dan karunia-Nya yang melimpah.
Sebaliknya, ia hadapi keburukan dan kesulitan dengan segenap kemampuan. Ia perkecil keburukan itu semampunya dan sabar terhadap apa yang tak mungkin ia hindari. Maka segala kesulitan itu memberinya pengalaman dan kekuatan untuk menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan.
Sabar dan mengharap pahala atas apa yang dialami, menjadikan kesulitan dan derita terasa ringan dan akhirnya hilang. Berganti dengan kemudahan dan kehidupan yang bahagia.
Tatkala ia ditimpa penyakit, kemiskinan ataupun musibah lainnya, ia sadar semua orang juga mungkin mengalami nasib serupa. Dan karena keimanannya, ia menerima semua itu dengan sabar, qana’ah dan ridha atas pemberian Allah subhanahu wa ta’ala kepadanya. Maka hatinya menjadi tenang, tidak menuntut sesuatu yang ia tak mampu meraihnya. Ia selalu melihat orang yang lebih menderita dan tidak memandang orang yang lebih senang. Muncul rasa syukurnya kepada Allah yang telah menjadikannya sebagai hamba yang bersyukur, tatkala ia dapati banyak orang yang meraih keinginan-keinginan dunia mereka namun mereka tak mensyukurinya dan tidak merasa puas dan cukup atas semua itu.
Betapa menakjubkan hati yang senantiasa dipenuhi dengan syukur dan sabar. Keduanya ibarat sepasang sayap yang membawa pemiliknya terbang tinggi ke angkasa. Dan tak ada yang mampu meraih kemuliaan dan kebahagiaan ini kecuali seorang mukmin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya baik baginya dan kebaikan ini tidak dimiliki oleh selain mereka. Apabila mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.” (Shahih Muslim no. 7500 hal. 1295)
Referensi Buku: