Rasanya semua orang sepakat dengan tujuan hidup yaitu mencari dan menggapai kebahagiaan. Semua manusia ingin hidupnya bahagia, dan semua tahu bahwa untuk mencapai kebahagiaan itu perlu pengorbanan. Hanya saja, manusia banyak salah mencari jalan kebahagiaan, banyak yang memilih sebuah jalan hidup yang ia sangka di sana ada pantai kebahagiaan, kiranya itu adalah jurang kebinasaan, itu hanya sebatas fatamorgana kebahagiaan, bukan kebahagiaan yang hakiki. Celakanya lagi, semakin dilalui jalan fatamorgana tersebut, semakin jauh pula ia dari jalan kebahagiaan hakiki, kecuali ia surut kembali ke pangkal jalan.
Banyak orang menyangka kebahagiaan ada pada harta, karenanya ia berupaya mencari sumber-sumbernya dengan berletih dan berpeluh. Setelah ia peroleh harta tersebut, hatinya tetap gundah dan perasaan masih gelisah! Ada saja yang membuat hati itu gelisah, kadang-kadang munculnya dari anak-anaknya, kadang-kadang dari istrinya atau tidak jarang juga datang dari usaha itu sendiri.
Banyak pula yang menyangka bahwa pangkat dan kekuasaan adalah kebahagiaan. Ketika dilihat mereka yang berkuasa dan bertahta, secara lahir mereka begitu tampak bahagia hidupnya. Pergi dijemput, pulang diantar, ketika ia berkehendak tinggal memesan, perintahnya tidak ada yang menghalangi! Akan tetapi setelah diselidiki lebih mendalam, kita masuk menembus dinding istananya, akan terdengar keluh-kesahnya, dalam tahta yang tinggi itu terdapat jiwa yang rapuh.
Jadi, apa kebahagiaan yang sebenarnya? Apa kebahagiaan sejati yang seharusnya dicari oleh manusia? Siapa sebenarnya orang yang berbahagia? Apa sarana untuk mencapainya?
Manusia diciptakan oleh Allah subhanu wa ta’ala, buka mereka yang meciptakan diri mereka, tentu yang paling tahu tentang seluk-beluk manusia termasuk tentang sebab bahagia atau sebab sengsara adalah Dia, bukan manusia. Sama halnya dengan sebuah produk, sekiranya hendak mengetahui hakikat produk tersebut tentu ditanyakan kepada pembuatnya, bukan kepada produk itu sendiri.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Mulk: 14)
Ketika Al Qur’an ditadabburi dan syariat Islam dikaji, maka kita dapat menyimpulkan bahwa kebahagiaan yang hakiki adalah dengan mengaplikasikan penghambaan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Orang yang bahagia adalah orang yang telah berhasil menjadi hamba Allah subhanahu wa ta’ala. sarana kebahagiaan adalah semua sarana yang telah disediakan oleh-Nya dalam meniti jalan penghambaan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Karena penghambaan diri inilah sebab diciptakannya manusia dan jin, karena ubudiyah kepada Allah subhanahu wa ta’ala ditegakkannya langit dan dibentangkannya bumi. Karena penghambaan inilah diturunkannya kitab dan diutusnya Rasul.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz Dzaariyat: 56)
Orang yang berpaling dari penghambaan diri ini dialah orang yang sengsara. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)
Referensi Buku: